[Jepang] 2019 – Day 3 : Miyagawa Morning Market, Nagoya, Nabana No Sato

Day 3, January 28th, 2019

Buka mata, mematikan alarm, lihat jam dan cek suhu pagi ini. Okeh, ternyata suhu pagi ini lebih dingin daripada hari sebelumnya. Rencananya gw dan Chia akan mengunjungi Morning Markets. Lirik tetangga sebelah, Dwi dan Fera masih kukupan. Berjuang dengan pergumulan hangatnya selimut. Baiklah, mari mengarungi dinginnya Takayama.

Kami berjalan pukul 8 pagi, kurang lebih perjalanan selama 10 menit berjalan kaki menuju Miyagawa Morning Market yang lokasinya bersebelahan dengan sungai Miyagawa. Pagi itu pedestrian di Takayama tampak lebih sepi. Belum ada kehidupan di balik etalase pertokoan. So, jangan harapkan adanya jajanan nasi uduk ataupun buryam dipinggir jalan Takayama. 😛

Setibanya di Miyagawa Morning Market, beberapa stand sudah terlihat. Pasar ini sebenarnya lebih cenderung sepi. Jangan bandingkan dengan ramainya pasar (tradisional) yang ada di Indonesia ya. Miyagawa Morning Market hanya terdiri dari beberapa jejeran stand dengan pilihan barang yang tidak banyak. Kami berjalan hingga ke ujung pasar dan akhirnya kembali lagi ke titik awal pasar.

Tidak banyak yang bisa kami lakukan. Perjalanan pagi itu berakhir dengan mencoba strawberry yang rasanya super duper manis dan membeli taiyaki (fish cake berisi kacang merah) untuk menghangatkan badan. Jangan lupa membeli strawberry Jepang ya. Rasa strawberry Jepang dimusim dingin itu rasanya luar biasa manis, beda dengan jenis strawberry yang ada di Indonesia. Highly recommended!

Pagi itu dinginnya gak santai. Suhunya minus tiga, feels like minus enam sajah. Jadi sepanjang jalan kami berusaha mencari minuman hangat namun yang tersedia hanya snack-snack khas Jepang seperti taiyaki dan takoyaki.

Miyagawa morning market
Miyagawa river – Info dari Fara, musim dingin pada tahun sebelumnya, tempat ini penuh dengan salju
Taiyaki
Strawberry 550 Yen , Taiyaki 300 Yen

Sambil berjalan kearah penginapan, kami berjalan memutari Takayama Old Town. Walaupun statusnya masih pagi hari, namun ternyata sudah ada rombongan turis yang mendatangi tempat ini. Mumpung belum banyak orang, gw dan Chia menyempatkan diri untuk foto-foto (lagi) di Takayama Old Town.

Takayama old town #1
Takayama old town #2
Takayama old town #3
Red bridge

Sesampainya di hotel, kami segera check out dan berjalan menuju Takayama Bus Terminal. Pagi ini kami akan berpindah kota menuju Nagoya dengan menggunakan bus. Bus berangkat pukul 10.00 dengan lama perjalanan  ke Nagoya memakan waktu 2 jam 30 menit dan turun di pemberhentian terakhir bus yaitu Meitetsu Bus Center. Harga tiket Takayama-Nagoya sebesar 3.100 Yen, namun ternyata kami mendapatkan harga diskon menjadi 2.685 Yen per orang.

Sesampainya di Nagoya, gw serahkan perencanaan kehidupan perjalanan ini kepada Dwi dan Fera karena mereka yang mengatur itinerary selama di Nagoya.
Waktu dan tempat kami persilahkan. *Pembawa acara mode on*

Perjalanan kami setiba di Nagoya menuju hotel sangatlah tidak mudah. Berhubung kami menggeret koper, kami menggalau dengan akses yang akan digunakan. Apakah menggunakan bus atau kereta. Jadi saran gw, kalau kalian menggunakan bus dari Takayama, maka akan lebih mudah turun di Stasiun Nagoya. Akses menuju kepusat stasiun subway-nya akan lebih gampang.

Untuk mengurangi angka insiden nyasar, kami pun memutuskan naik subway. Namun kenyataannya, akses dari Meitetsu Bus Center menuju kedalam stasiun subway di Nagoya itu tidak ramah dengan koper. Kami kesulitan menemukan eskalator ataupun lift. Rasanya seperti mencari harta karunnya Aladdin. Alhasil kami harus berputar-putar mencari lift dan mengangkat koper (lebih tepatnya membenturkan koper -_-) melintasi anak tangga.

Hotel yang kami inapi adalah Lamp Light Books Hotel Nagoya. Lokasi hotelnya sendiri berada ditengah kota dan tidak jauh dari stasiun Fushimi. Setelah drama perkoperan, akhirnya kami tiba di hotel. Sambil menunggu waktu check in, karena lokasi tempat makanan halal agak jauh, kami memutuskan lunch versi instan di 711.

Sekembalinya ke hotel, kami sudah dapat masuk ke kamar. Masuk kamar, shalat dan langsung cus kembali.

Lamp Light Books Hotel

What am I doing? Buka itin, cek perkiraan cuaca dan cek jadwal bus *copyright Chia*

Saatnya menuju Nabana no Sato – highlight kedua dari perjalanan kami!

Dari hotel kami kembali menaiki subway menuju stasiun Nagoya dan berjalan kaki menuju Meitetsu Bus Center. Kami akan menggunakan bus dengan tujuan Nabana no Sato pada pukul 16.50 dengan harga tiket sekali perjalanan 890 Yen.

 

Bus schedule
Follow the sign

Setibanya di Nabana no Sato pukul 17.25, kami membeli tiket seharga 2300 Yen yang sudah termasuk dengan voucher sebesar 1000 Yen. Voucher ini bisa digunakan untuk membeli makan ataupun untuk membeli tiket masuk kedalam Begonia Garden. Oyah, harga tiket masuk Nabana no Sato di tiap musim akan berbeda ya, harga tiket masuk dimusim panas seharga 1000 Yen, musim semi dan musim gugur sebesar 1600 Yen dan harga dimusim dingin sebesar 2300 Yen.

Nabana no Sato yang berarti kampung Nabana merupakan salah satu ikon yang terkenal di musim dingin. Lokasi Nabana no Sato terletak disebelah selatan Nagoya. Iluminasi di Nabana no Sato akan memiliki tema yang berbeda disetiap tahunnya dimana iluminasi dimulai sejak pertengahan Oktober hingga minggu pertama bulan Mei. Nabana no Sato memiliki jam operasional pukul 09.00 – 21.00 (weekday) namun memiliki jam operasional yang berbeda disetiap musimnya.

Nabana no Sato terkenal dengan lorong panjang sejauh 200 meter yang dipenuhi dengan megahnya cahaya lampu. Cukup tricky untuk mengakali mencari spot foto yang kosong. Benar-benar extra sabar untuk menunggu lorong ini bisa kosong dengan pengunjung. Solusi terbaik, kalian bisa berfoto ketika mendekati jam operasional berakhir atau berfoto di bagian akhir lorong karena akan lebih sepi dari pengunjung. Catatan jika kalian menggunakan kendaraan umum, jangan lupa perhatikan dengan jadwal keberangkatan bus terakhir ya karena akan mepet sekali dengan waktu tutup Nabana no Sato. Jadwal keberangkatan bus menuju Nabana no Sato bisa cek di link ini ya.

Kami berkeliling dalam Nabana no Sato kurang lebih selama tiga jam. Tempatnya sendiri menurut gw tidak terlalu luas, namun karena malam itu angin berhembus dengan tidak bersahabat sehingga sukses membuat kami cerewet dengan dinginnya suhu malam itu.

Highlight Nabana no sato yaitu lorong panjang yang penuh cahaya membuat kami sangat terpesona. Jadi wajar setiap pengunjung akan terpusat di area ini, begitu juga dengan kami. Kami berada di area ini cukup lama karena menunggu sepi, namun kenyataannya tidak pernah sepi. *sigh*

Nabana no Sato ticket – 2300 Yen

Foot spa

Observation deck, ticket 500 Yen
View from the top #1
View from the top #2
Let’s go!

*Copyright Chia*

Setelah lelah berkeliling, kami berharap dapat makan malam yang menurut postingan orang-orang terdapat makanan halal kebab di Nabana no Sato. Walaupun kami sudah berkeliling berkali-kali mengelilingi tempat makan, kebab halal yang dicari tidak ada penampakannya. Akhirnya kami pun membeli ubi rebus yang besarnya gak tanggung-tanggung. Bahkan Fera dan Dwi (berhasil) meneror si babang ganteng untuk menjual ubinya kepada kami. Alhasil setumpuk ubi kami makan sebagai makan malam sambil menemani kami menunggu bus.

Jangan bayangkan ubi disini seperti ubi cilembu ya, gaes. Ubi disini ternyata besar bingids. Kami yang sok-sokan memborong ubi dengan jatah masing-masing orang mendapatkan dua ubi ternyata hanya sanggup menghabiskan satu ubi (saja). Akhirnya malam itu kami mabok ubi dan sukses membuat perut gw mengeluarkan gas (yang tidak diinginkan) semalam suntuk. #ups *salim Chia*

Tiada kesan tanpa kehadiranmu…. Ubi! *copyright Chia*
Hot matcha *copyright Chia*
dan inilah penampakan si Ubi

Leave a comment